TIBA-tiba mata ini dikejutkan dengan maraknya pemberitaan soal Ahok
Center yang ikut mengelola penyaluran kewajiban tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) lewat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hati-hati,
lembaga “siluman” seperti ini perlu diwaspadai.
Dari laporan
Badan Pengelolaan Keuangan Daerah, jejaring tim sukses Wakil Gubernur
Basuki T. Purnama alias Ahok itu menjadi mitra Pemprov untuk penyaluran
CSR dari 18 perusahaan. Tapi ini baru terungkap dari empat satuan kerja
perangkat daerah/unit kerja perangkat daerah (SKPD/UKPD). Sementara di
lingkungan Pemda DKI Jakarta, jumlahnya ada 43 unit. Jangan-jangan malah
semuanya bekerja sama dengan Ahok Center, yang tak jelas badan
hukumnya.
Ini satu soal. Apalagi menurut Wagub Ahok, Ahok Center
itu hanya jejaring. Sederhananya, mitra kerja Pemprov dalam menyalurkan
CSR dari perusahaan-perusahaan itu, berarti tidak berbadan hukum.
Wagub
juga mengaku bahwa Ahok Center bukan mitra. Tetapi hanya membantu
mengawasi agar barang yang disalurkan tidak dicuri. Mungkin perlu
dicarikan alasan yang lebih rasional, karena dari data yang dikeluarkan
oleh BPKD, justru Ahok Center tercatat sebagai mitra.
Tampaknya
paguyuban yang tak jelas badan hukumnya itu – karena belum ada yang mau
terbuka termasuk Wagub Ahok – sudah lama bergerilya. Indikasinya jelas,
bantuan sosialnya sudah disalurkan.
Model paguyuban, yayasan,
atau apa pun wujudnya yang dibentuk di sekitar penguasa, memang masih
laku. Jangan-jangan, mirip dengan yang terjadi saat negara ini dipimpin
oleh almarhum Presiden Soeharto dulu. Banyak yayasan berdiri di
sekitarnya. Timbunan dana pun menggunung.
Bahkan sesudah
reformasi pun praktik serupa masih terjadi. Begitu pun saat kepemimpinan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Satu di antaranya, lahir Yayasan
Kesetiakawanan dan Kepedulian alias YKDK. Yayasan ini diketuai oleh
Arwin Rasyid, Direktur Utama Bank CIMB Niaga. Tentu saat jadi ketua,
belum jadi petinggi bank milik Khazahan, BUMN Malaysia itu.
Nama
sejumlah menteri juga tercantum dalam yayasan sebagai dewan pengawas.
Ada Djoko Suyanto (Menko Politik dan Keamanan), Purnomo Yusgiantoro
(Menteri Pertahanan), M.S Hidayat (Menteri Perindustrian), serta Sutanto
(mantan Kepala Polri dan BIN, kini sebagai Komisaris Utama PT Ancora
Indonesia Resources milik Gita Wirjawan).
Mengapa gerombolan –
untuk memudahkan penyebutan, karena bentuknya berbeda-beda: ada yayasan,
ada pula yang bergerak tak kelihatan seperti Ahok Center - di sekitar
penguasa ini perlu diwaspadai?
Gerombolan seperti ini, bagi “juru
runding” pengusaha atau para pelobi, merupakan pintu masuk paling
efektif ke para pengambil keputusan. Tanpa birokrasi. Bahasa yang
digunakan pun pada umumnya jelas. Tiket masuknya berupa sumbangan.
Kemudian,
gerombolan di sekitar penguasa juga bisa dijadikan kantong pengumpul
setoran. Relatif sulit terdeteksi oleh penegak hukum, karena hubungannya
bisa dari swasta ke swasta.
Mudahnya, sebagai contoh, istri
seorang pejabat senior di lingkungan penguasa bentuk yayasan. Tapi
jangan berharap lembaga sosial itu bergerak seperti yang Anda bayangkan.
Sebab digunakan untuk menampung uang suap.
Modusnya, jika ada
pihak berkepentingan untuk berhubungan dengan penguasa, yayasan tersebut
bisa jadi pintu masuk. Berilah sumbangan miliaran. Niscaya pejabat
senior itu akan menjadi penuntun ke ruang penguasa yang disasar. Tentu
masih banyak modus lainnya.
Dalam hubungan ini, jangan berburuk
sangka bahwa penguasanya adalah korban. Malah bisa jadi pelaku aktif.
Sebab, kehadiran gerombolan – tidak mungkin tanpa restu – setidaknya
memberikan keuntungan finansial. Selain bisa digunakan untuk
melanggengkan kekuasaan, juga bisa memenuhi hasrat lainnya dengan materi
berlimpah.
Karena itu, menurut saya, gerombolan tanpa bentuk
bernama Ahok Center juga perlu dicermati keberadaannya. Apalagi sudah
jelas posisinya sebagai mitra sejumlah unit kerja Pemprov DKI dalam
menyalurkan dana-dana sosial perusahaan.
Apalagi, jika memang
bentuknya tidak jelas seperti dikemukakan Wagub Ahok, lebih tragis lagi.
Itu berarti Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan lembaga tanpa badan
hukum.
Herry Gunawan, Pendiri Plasadana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar