Jumat, 05 November 2010

Dalihan Na Tolu

Kamis, 24 Januari 2008


Dalihan Na Tolu

DALIHAN NA TOLU (TUNGKU TIGA BATU)
.
DALIHAN NA TOLU pada dasarnya berarti tungku (tataring) yang terbuat dari tiga buah batu yang disusun. Tiga buah batu itu mutlak diperlukan menopang agar belanga atau periuk tidak terguling. Selanjutnya di kemudian hari istilah dalihan na tolu ini dipergunakan untuk menunjuk kepada hubungan kekerabatan yang diakibatkan oleh pernikahan, yaitu dongan tubu (pihak kawan semarga), hula-hula (pihak “pemberi perempuan”) dan boru (pihak “penerima perempuan”). Sebab itu dalihan na tolu adalah konstruksi sosial yang diciptakan oleh suatu masyarakat dan budaya Batak. Dalihan na tolu bukanlah wahyu atau sesuatu yang alami dan terjadi dengan sendirinya. Dalihan na tolu adalah produk budaya Batak.
.
1. BERKEMBANG DALAM SEJARAH
.
Jika kita melihat secara kritis kultur Batak termasuk dalihan na tolu sebenarnya bukan sesuatu yang statis atau beku tetapi juga mengalami pergeseran dan perkembangan dalam sejarah. Sebagai contoh penghormatan terhadap hula-hula justru semakin kuat dengan datangnya kekristenan. Mengapa? Sebab sulit kita membayangkan bahwa nenek moyang kita dapat memberi penghormatan yang sama tingginya kepada tiap hula-hula jika dia memiliki istri lebih dari satu. Lebih sulit lagi membayangkan nenek-moyang kita dapat menghormati hula-hula dari selir (rading) atau istri yang diperolehnya secara paksa dari peperangan atau bekas hambanya. Namun dengan masuknya kekristenan yang membuat pernikahan orang Batak menjadi monogami dan permanen (abadi) maka dampaknya penghormatan terhadap hula-hula juga semakin kuat. Semakin baik pernikahan maka penghormatan kepada hula-hula juga semakin baik.
.
Contoh lain menunjukkan pergeseran dalihan na tolu: Pada jaman dahulu tidak semua even pertemuan Batak dihadiri oleh tulang atau hula-hula (kecuali pesta besar). Hal ini dapat dimaklumi karena hula-hula atau tulang tinggal di kampung yang lain yang jauh (kecuali bagi sonduk hela, orang yang menetap di kampung hula-hulanya). Namun keadaan ini berubah dengan migrasi orang Batak ke luar Tapanuli. Kampung dan kota di luar Tapanuli bersifat majemuk (multi marga, multi suku). Banyak orang kini tinggal sekampung atau bahkan bertetangga dengan hula-hula atau tulang-nya. Apakah
dampaknya? Interaksi antara hula-hula dan boru semakin intensif. Jika ada acara di rumah banyak orang jadi sungkan jika tidak mengundang tulang atau hula-hula yang kebetulan menjadi tetangga atau tinggal sekota dengannya.
.
Pada jaman dahulu ketika nenek moyang kita masih menetap di Tanah Batak kampung identik dengan marga. Artinya “dongan sahuta” hampir identik dengan “dongan tubu”. Namun dengan migrasi orang Batak ke Sumatera Timur dan kota-kota lain keadaan berubah. Dongan sahuta tidak lagi otomatis dongan tubu (kawan semarga). Dampak perubahan demografi ini peranan dongan sahuta (parsahutaon) yang terdiri dari multi marga ini semakin besar di kota-kota. Jonok dongan partubu jumonok dongan parhundul.
.
2. MANAT MARDONGAN TUBU, ELEK MARBORU, SOMBA MARHULA-HULA
.
Jika kita perhatikan kampung-kampung tradisional di Tapanuli dihuni oleh orang-orang yang semarga. Dongan tubu karena itu adalah teman untuk mengerjakan banyak hal dalam kehidupan sehari-hari. Sebab itu kita harus memperlakukan dongan tubu secara hati-hati (manat). Kehati-hatian pada dasarnya adalah bentuk lain dari sikap hormat. Nasihat ini relevan sebab justru kehati-hatian sering kali hilang karena merasa terlalu dekat atau akrab. Hau na jonok do na masiososan. Selanjutnya Elek marboru merupakan nasihat bahwa boru harus senantiasa dielek atau dianju (dibujuk). Boru adalah penopang dan penyokong. Sebab itu mereka senantiasa diperlakukan dengan ramah-tamah dan lemah-lembut agar mereka tidak sakit hati dan kemudian membiarkan hula-hula-nya. Namun sebaliknya: Bagi orang Batak pra-Kristen hula-hula memang dipandang sebagai mata ni ari bisnar, sumber berkat dan kesejahteraan, sebab itu harus disembah (somba marhula-hula).
.
Lantas bagaimana dengan kita orang Kristen? Prinsip-prinsip dalihan na tolu ini dapat terus kita pertahankan sebagai kontsruksi budaya yang positif. Namun makna somba marhula-hula harus kita beri warna baru. Sebab bahasa Batak tidak membedakan istilah hormat dan sembah. Sementara sebagai orang Kristen kita mengakui bahwa Tuhanlah sumber berkat satu-satunya. Hula-hula atau mertua hanyalah salah satu (baca: bukan satu-satunya) saluran atau distributor berkat yang dipakai Tuhan.
.
Selanjutnya sebagai orang Kristen dan moderen, kita juga harus memperkaya prinsip dalihan na tolu ini dengan semangat egalitarian (kesetaraan). Pada dasarnya tiap-tiap orang, tanpa kecuali, harus kita hormati. Tiap-tiap orang (apapun suku, ras, profesi, pendidikan, jenis kelamin, agama dan tingkat ekonominya) pantas mendapat hormat. Kita wajib menghormati hula-hula, melindungi boru dan memperlakukan hati-hati dongan tubu kita tanpa memandang latar belakang ekonominya, pendidikan, pangkat atau jabatannya.
.
3. SIRKULASI PERAN DAN JABATAN
.
Inti atau substansi kultur dalihan na tolu adalah sirkulasi dan distribusi peran dan jabatan. Dalam kultur Batak setiap orang tidak mungkin terus-menerus dihormati sebagai hula-hula. Hari ini menjadi boru, esok menjadi dongan tubu, lusa menjadi hula-hula. Hari ini duduk dilayani besok melayani. Tidak ada orang yang mutlak selama-lamanya (dondon pate) dihormati. Tidak ada juga orang yang selama-lamanya berada di bawah melayani!
.
Masyarakat Batak sangat sadar akan arti ruang atau tempat dan even. Peran dan kedudukan seseorang sangat dinamis sebab tergantung ruang dan even (ulaon). Sirkulasi peran dan jabatan ini merupakan kontribusi masyarakat Batak bagi gereja dan masyarakat. Bahwa semua orang harus bergantian melayani dan dilayani, menghormati dan dihormati. Tidak ada yang terus-menerus boleh menjadi kepala atau pemimpin.
.
Ini sangat relevan dengan dunia modernitas. Kepemimpinan moderen tergantung kepada even dan ruang dan waktu. Tidak ada orang yang boleh mengklaim menjadi pemimpin di setiap even, di semua ruang dan sepanjang waktu. Ini juga relevan dengan iman Kristen yang memandang semua manusia setara di hadapan Tuhan (Gal 3:28) dan harus diperlakukan dengan hormat dan kasih (Roma 12:10, II Pet 1:7, Yoh 13:14, 34)
.
4.HUKUM BERBALASAN POSITIF
.
Selanjutnya dalihan na tolu merupakan perwujudan prinsip hukum berbalasan. Sisoli-soli do uhum siadapari do gogo. Saling berbalas adalah hukum dan saling berganti merupakan kekuatan. Boru memberikan juhut (daging) dan hula-hula menyambut dan memberikan boras dohot dengke (beras dan ikan). Boru memberikan piso-piso (uang) dan hula-hula merespons dengan memberi doa memohon berkat. Hula-hula memberikan ulos dan boru membalas dengan uang.
.
Prinsip berbalasan positif (sisoli-soli) ini bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kesejahteraan bersama. Beban dan keuntungan dibagi dan dipikul bersama. Hula-hula, dongan tubu dan boru harus sama-sama bersukacita dan beruntung. Tidak boleh ada pihak yang ingin menang dan nikmat sendiri!
.
Namun prinsip dalihan na tolu tetap harus dimurnikan senantiasa dengan KASIH AGAPE atau kasih tanpa mengharapkan balasan yang diajarkan Yesus. Yesus memang tidak pernah melarang kita membalas yang baik (seluruh ayat Alkitab hanya melarang membalas yang jahat), namun Dia menghendaki agar kita belajar juga mengasihi dan memberi tanpa mengharapkan balasan (pamrih).
.
5. KESETARAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI
.
Tuhan Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan sebagai citra Allah (Kej 1:27). Laki-laki dan perempuan sama dan setara di hadapanNya (Gal 3:28). Kekristenan mengajarkan bahwa perempuan bukanlah manusia kelas dua atau bagian laki-laki. Perempuan juga bukan properti milik laki-laki yang dapat dijadikan objek transaksi atau perjanjian jual-beli. Sebab itu komunitas Kristen-Batak juga harus menempatkan dalihan na tolu dalam konteks kesetaraan (hadosan) dan keadilan (hatigoran) laki-laki dan perempuan.
.
Pada jaman dahulu hula-hula dianggap sebagai pemberi perempuan. Namun di jaman modern perempuan yang bebas dan otonom karena itu tidak boleh dijadikan objek apalagi “diserah-terimakan”. Perempuan adalah subjek atau pribadi. Pernikahan karena itu kini dianggap perjanjian dua pihak yang setara. Akibatnya secara tak langsung makna hula-hula pun bergeser bukan lagi sebagai “marga pemberi perempuan” namun “marga asal perempuan”.
.
Sinamot atau tuhor (uang mahar pernikahan( karena itu bukanlah keuntungan yang diperoleh dari transaksi perempuan tetapi harus diartikan sebagai biaya (cost) yang diperlukan untuk menciptakan sukacita bersama.
.
6. GEREJA MENCEGAH CHAOS
.
Gereja HKBP memiliki anggota yang mayoritas Batak (minimal sampai saat ini). Anggota HKBP karena itu juga dalam hidupnya menghayati dalihan na tolu. Salah satu prinsip dalihan na tolu adalah melarang pernikahan yang semarga. Gereja HKBP menerima prinsip melarang pernikahan semarga ini agar tidak terjadi chaos atau kekacauan di masyarakat. Sebagaimana dikatakan Rasul Paulus agar semuanya berlangsung secara teratur (I Kor 14:40) dan rapih tersusun (Ef 4:16)
.
7. DEPOLITISASI DAN DOMESTIKASI ADAT
.
Dahulu yang disebut adat Batak adalah segala sesuatu konsep, nilai, ide, hasil karya dan kegiatan orang Batak (menanam padi, membangun rumah, membuka kampung baru, berperang, mengikat perjanjian antar marga dll). Dalam perkembangan terakhir makna adat telah mengalami proses depolitisasi dan domestikasi. Kini adat Batak direduksi atau diminimalisasi menjadi sekedar ritus domestik (rumah tangga): ritus pernikahan, kelahiran dan kematian. Apa akibatnya? Peranan dalihan na tolu menjadi sangat dominan atau menonjol walaupun pada prakteknya kurang berpengaruh kepada kehidupan ekonomi dan politik komunitas Kristen-Batak itu sendiri. Sebab itu tantangan bagi kita sekarang adalah mencari dan menemukan hakikat atau esensi adat Batak itu sendiri agar tidak larut dan hanyut dalam ritus atau seremoni konsumtif belaka.
.
Sumber :
( Pdt. Daniel T.A. Harahap)
Home: http://rumametmet.com

1 komentar:

qartha mengatakan...
SEGI BAHASA Andorang so ta hata i dalihan na tolu ni ompunta i, denggan do ra molo ta parsiajari kembali hata Batak i asa tangkas antusanta "Aha do sasintongna lapatan ni Somba Marhula-hula?" Anggo Manat Mardongan Tubu dohot Elek Marboru ndang pola sihataan be dison. Ai ndang adong na kontroversial disi Tonga ima hata Batak ni Tengah. Boras ima hata Batak ni beras. Monang ima hata Batak ni menang. Jora ima hata Batak ni jera. Tongkar ima hata Batak ni tengkar. Portibi ima hata Batak ni pertiwi (anggo "dunia" hata Arab do i). Porang ima hata Batak ni perang. Podang ima hata Batak ni pedang. Jadi molo SOMBA? Somba ima hata Batak ni SEMBAH. Jadi molo tadok lapatan ni Somba ima Hormat, berarti na lagi manegai bahasa do hita on nuaeng disi. Ai SANGAP do hata Batak ni hormat, jala asing do lenting ni si dua hata on. Ditoru ni Somba ma lenting ni sangap. Alana holan tu Debata do hita boi marsomba, anggo tu dongan jolma ndang boi. Alai molo sangap: boi tu Debata, boi tu dongan jolma. DITORU NI SOMBA MA LENTING NI SANGAP. Dungi molo tadok lapatan ni Somba Marhula-hula ima Hormat kepada hula-hula, berarti NA LAGI MANEGAI KEASLIAN NI ADAT I DO HITA NUAENG DISI. Ingkon botul-botul do hita menyembah tu hula-hula i, ndang cukup holan menghormati. I do aslina. Alana, dihaporseai ompunta i do ia hula-hula ni Batak ima mual ni nasa pasupasu. SEGI HAPORSEAON Di buku 1 Musa 1-2 i tangkas do ta jaha disi : ianggo portibi on dohot nasa isina Debata do na manompa i. Ibana do na manompa hita on sian tano, jala mulak tusi do hita on haduan molo dung mate. Ndada mulak tu jabu ni hula-hula ni Batak i manang tu jabu ni tulang ni Batak. Dia ma olo halak i manjalo bangkenta na busuk i. Debata do na manompa indahan, dengke, sayur-sayuran, buah-buahan, d.n.a. Jadi Debata Jahowa do MUAL NI NASA PASUPASU, ndada hula-hula ni Batak manang tulang ni Batak. SEGI HAMAJUON NI BATAK Ia hamajuon ni bangsonta, bangso Batak, ndada ala burju ni rohanta mardalihan na tolu. Hamajuonta i ima ala ni haroro ni angka par Barita Nauli tu hutanta di tingki naung salpu. Ai disamping ni na mar Barita Nauli i nasida, dipajongjong nasida do angka parsingkolaan laho mamboan bangsonta sian keterbelakangan (primitif) tu hamajuon songon na ta bereng si nuaeng on. Ndang boi soadahononta i !!! Ingkon paboahononta i tu angka gellengta di jabunta be. Di ginjang ni i asa diboto hamuna : Ia Haroro ni angka par Barita Nauli i NDADA ALA ADONG UNDANGAN sian ompunta sijolojolo tubu manang sian tulang ni Batak manang sian hula-hula ni Batak. TUHAN JESUS DO NA MANURU NASIDA MANADINGHON HUTA NASIDA DI LUAT NA DAO LAHO PARARATHON HATANA DI HUTANTA (MAT. 28:19-20). PELAKSANAANNA Tong do songon di zaman ni ompunta i. SAI NAENG DO SONGON DEBATA HULA-HULA NI BATAK I TA BAEN. KESIMPULAN Jadi daripada sai holan na manegai keaslian adat i hita on, tumagon ma TABAEN ADAT BATAK NA IMBARU, na berdasarkan hata ni Debata na tarsurat di Bibel i. Unang be berdasarkan tona ni ompunta i. Jala unang be tapadomu agama dohot adat ni ompunta i, songon sintasinta ni angka dongan na naeng padomuhon Teologi dohot dalihan na tolu. Ai nga godang sian hita on na mansai timbo singkolana (Prof.DR), boasa sai holan tu ompunta i hita on marguru (maksudhu melestarikan adat ni ompunta i). Boasa ndang mampu hita mamungka adat na imbaru nang pe naung timbo be singkolanta, hape ia ompuntai mampu do nasida mamungka adat nang pe so adong singkolana? JESUS I DO GURU, ndada ompunta sijolojolo tubu (Joh. 13:13). Molo nga ta haporseai Ibana sebagai Tuhan, ingkon bahenonta do Ibana sebagai Guru di ngolu siapari. Ndada ompunta i, ndada angka par Barita Nauli i. Holan na patandahon Tuhan Jesus i do tugas ni angka par Barita Nauli i. Na ro sian Ginjang, ima na mangatasi saluhutna i (Joh. 3:31). Ai IBANA do Debata na gabe jolma. Jala IBANA do na sorang di Bethlehem huhut tarsilang di dolok Golgata. Ndada ompunta sijolojolo tubu, ndada siraja batak, ndada Prof.DR. Schreiber, ndada Martin Luther, dll. Huhilala diboto hamu do salah satu strategi penginjilan tu angka suku na tertinggal ima "Mengalah untuk menang". Mengalah do angka par Barita Nauli di segi bahasa dohot adat nasida. Hata Batak ta i do dipangke nasida laho pararathon Barita Nauli i. Jala dijalo nasida do adat naung pinungka ni ompunta i ima na so maralo tu Hata ni Debata. Angka na maralo tu Hata ni Tuhan i, manigor dibolonghon nasida. ALAI NDANG I NA GABE GURU DI HITA. NDANG PARBARITA NAULI I NA GABE GURU DI HITA. JESUS I DO GURU, ndada ompunta sijolojolo tubu manang par Barita Nauli i (Joh. 13:13). Ndang adong labanta molo ta lestarihon adat na pinungka ni ompunta i. Tong do muruk nasida aut sugari diboto nasida naung ta ganti lapatan ni Somba Marhulahula manang naung ta segai hata Batak i, sian sembah hian gabe holan hormat. Haru pinggolni iba hansit do mambege hatorangan ni angka panditanta taringot tu lapatan ni somba marhula2. Apalagi ompunta i. Pintor muruk do nasida molok diboto nasida ulaonta i. Ndang hea diajari Tuhan Jesus angka siseanNa i manegai manang aha. Alai boasa diajari pandita ni HKBP ruas i manegai hata batak dohot adat batak na pinungka ni ompunta i? Jadi molo naung toho hita gabe Kristen : TUMAGON MA TA BAEN ADAT BATAK NA IMBARU NA BERDASARKAN HATA NI DEBATA NA TARSURAT DI BIBEL I, ndang berdasarkan tona ni ompunta i. Jesus i do GURU, ndada ompunta sijolojolo tubu. NDANG DILOAS IBANA HITA MENGABDI KEPADA DUA TUAN, IMA TUHAN DEBATA DOHOT OMPUNTA SIJOLOJOLO TUBU. Ingkon tu IBANA do hita marguru, ndada tu ompunta i. Mauliate.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar